Rabu, 16 Juli 2008

LONG LIFE EDUCATION

Orang tua saya adalah salah satu alasan terbesar saya untuk hidup, berkarya dan memberikan yang terbaik buat mereka dan masyarakat. Saya ingat Papa saya berkata bahwa beliau tidaklah ingin harta kekayaan tetapi yang sangat beliau inginkan adalah satu, saya tidak pernah kekurangan harta yang berbentuk ilmu pengetahuan. Karena menurut beliau, harta kekayaan tidaklah abadi sementara jika ilmu pendidikan tidak akan lekang oleh sang waktu, akan selalu memberi manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain bahkan jika nantinya kita telah tiada. Pahalanya akan selalu terus mengalir.

Keluarga kami bukanlah keluarga yang kaya tetapi kami selalu mengutamakan pendidikan sebagai sarana untuk mematangkan diri. Amanat dari eyang kakung saya (kakek dari mama) juga turut menguatkan saya untuk meneruskan pendidikan saya. Ada semacam ‘great expectation’ dari beliau ke anak keturunannya untuk pendidikan setinggi-tingginya. Dan beliau melihat hal itu hanya bisa diwujudkan oleh mama dan saya. Bukan berarti yang lainnya tidak sanggup tetapi lebih karena yang lebih concern terhadap pendidikan adalah keluarga kami.

Jadi ketika saya kemudian bekerja menjadi guru di suatu perguruan tinggi dan mampu melanjutkan pendidikan hingga ke tingkat doctoral, betapa suka hati beliau. Jika banyak orang melanjutkan ke tingkat doctoral hanya supaya pangkatnya tidak mentok dan alasan materi lain, maka alasan terbesar saya adalah untuk membahagiakan orang tua. Maka karena sudah diniatkan, semangat saya adalah jihad. Dan ketika saya membaca buku “The True Life of Habibie” ternyata beliaupun seperti saya ketika pertama kali ke Jerman. Memenuhi permintaan ibunda untuk sekolah di sana dan kemudian cepat pulang untuk mengabdi ke negeri tercinta.

Terus terang, jalan yang saya hadapi sangat berliku. Jika niat saya hanya untuk hal yang bersifat materi, mungkin saya sudah putus harapan di tengah jalan. Tantangan bahkan hambatan sudah menunggu di tikungan jalan tempat saya berjalan. Sebanyak orang suka pada kita maka sebanyak pula yang tidak suka. Itu suatu hal yang lumrah apalagi jika menyangkut manusia (human factor) dan kembali lagi menyangkut hal yang bersifat materi.

Memang benar yang dikatakan para ulama, jalan yang ditempuh untuk sebuah kebaikan tidak semulus jalan yang ditempuh untuk suatu hal yang diniatkan jelek. But the show must go on..seperti yang sudah saya tulis sebelumnya..you must choose..apapun konsekuensi dan resikonya. Dan percaya tidak percaya untuk suatu kebaikan dimanapun kita berada akan selalu ada a guardian angel yang akan membantu kita, siapapun orangnya bahkan orang yang tidak kita sangka-sangka. Ketika Tuhan menutup satu pintu, maka Ia akan membuka dua bahkan tiga pintu yang lain..

Adanya hal-hal yang tidak menyenangkan, berbau sarkasme sering saya jumpai disamping nada-nada pujian, decak kagum dan support. Saya sih tidak ambil pusing karena ya itu tadi, kembali ke masalah komitmen saya kepada orang tua.. Saya juga sangat memaklumi dengan adanya fenomena ‘glass ceiling’. Setinggi-tingginya seorang wanita berpendidikan atau berkarir, kembali yang ditanya selalu saja masalah domestik rumah tangga. Untungnya juga suami adalah benar-benar soul mate saya, sehingga dia tahu benar istrinya dan selalu mendukung setiap langkah positif saya.

Tetapi yang sering saya sayangkan dan prihatin adalah mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan tetapi seringkali mengerdilkan dan cenderung melecehkan makna pendidikan itu sendiri. Tidak jarang saya temui orang-orang tersebut yang tahu saya sedang menyelesaikan S3 saya berkomentar : “Ah, kalau saya sudah tidak bisa mikir lagi, capek, saya S3nya Sluman Slumun Slamet (yang penting selamat) sajalah” , kemudian ada lagi yang bilang : “Nggak kedinginan mbak? Kalau aku es teh ajalah..”

Saya sih bisa paham kalau yang bilang itu bukan dari kalangan pendidikan atau orang-orang tua dari jaman dulu atau dari desa yang kurang terjangkau pendidikan. Tapi hallow..ini orang-orang dari kalangan pendidik, yang mendidik para tunas bangsa yang nantinya akan memegang kendali bangsa ini. Bagaimana jadinya hasil didikan mereka jika tahu dosennya saja tidak memiliki semangat bahkan di bidang mereka sendiri, yang mereka geluti sepanjang hari. Saya sih berharap mereka hanya bernada guyon saja (tapi kok saya agar ragu soal itu, gesture dan body language mereka tidak seperti itu, mudah-mudahan saja saya salah..).

Saya masih sangat optimis bahwa ada pihak yang masih mementingkan soal pendidikan. Bagaimanapun pendidikan adalah hal yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa dan negara termasuk didalamnya pendidikan tentang budi pekerti yang akan dapat membantu mengangkat moral bangsa ketika menghadapi berbagai masalah dan cobaan. Long Life Educationbagaimanapun pendidikan tidak pernah selesai…

Tidak ada komentar: