Berlanjut dengan bagian “Diam itu tidak selamanya emas” tentang pembelaan suami saya terhadap petugas cek-in Batavia, di boarding lounge ketika kami menunggu pesawat datang (kebetulan waktu itu ada delay), kami berkenalan dengan seorang bapak yang juga akan ke Palu. Obrol punya obrol, akhirnya kami sama-sama tahu bahwa bapak tersebut dulunya juga dari maskapai dan sedang bisnis di Palu. Begitu juga terungkap bahwa asal bapak itu dari
Ketika beliau tanya ada perlu apa ke Palu dan kami menjawab mau main-main aja, kontan ekspresi terkejut terlihat di wajah beliau. Tidak mengira ada yang mau seight seeing di Palu.Ketika tahu kami tidak ada kerabat di
Waktu kami putar-putar cari hotel di Palu, saya bilang pada bapak ini, “Wah, maaf sekali ya Pak , ngrepotin banget..” Kontan bapak itu menjawab hal yang sama sekali tidak saya sangka (a stranger in the night in a stranger place), ”Ibu ini pasti orang baik, percayalah bu, kalau orang baik pasti akan bertemu dengan orang baik ketika sedang dalam kesulitan, percayalah bu , saya dulu juga ditolong mas ini ketika pertama kali ke Palu dan mencari penginapan.” Ucapan yang sangat menyejukkan jiwa. Bukan sesuatu yang hanya memuji tetapi menyiratkan pula adanya ketulusan dan keyakinan akan kebaikan.
Mas yang menjemput bapak tadi adalah orang Minahasa yang tinggal di Palu. Dia juga dengan ramahnya menawarkan untuk mencicipi masakan khas Palu yang kebetulan memang saya impi-impikan untuk dinikmati jika sudah sampai Palu yaitu Kaledo (Kaki Lembu Donggala) yang kebetulan di dua restoran sudah habis ludes. Memang apes , sampai kami mau pulang
Setelah selesai mengantar kami, mas tadi memberikan nomor telepon genggamnya jika sewaktu-waktu kami membutuhkan bantuan. So wonderful people of Indonesia, disaat bangsanya sendiri pesimis akan kebesaran hatinya, kami mendapati kebaikan hati sesama anak negeri yang asing bagi kami dengan memberikan pertolongan tulus tanpa pamrih pada saat kami berniat (suci) berwisata di salah satu wilayah propinsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar