Kemenangan terjadi bukan karena adanya kesempatan tetapi karena kita memilih untuk menang. Kata-kata mutiara ini saya dapat tidak sengaja ketika membaca buku kenang-kenangan suami di SMA nya dulu, sekitar 13 tahun yang lalu. Kata mutiara ini ditulis oleh adik angkatannya di SMA. Kesan saya akan kata mutiara ini adalah sangat optimis bahkan sangat percaya diri dan melihat kondisi bangsa saat ini sangatlah tepat kata-kata ini untuk dicamkan sehingga kita sebagai bangsa tidak lagi dilecehkan bangsa lain di dunia ini.
Berapa kali kita mendengar kata “Pilihan”? Sering mendengar tetapi kadang sulit untuk mau meresapi. Di dalam “Pilihan” tersebut mengandung konsekuensi, resiko baik positif maupun negatif. Selama kita hidup, selalu saja bersinggungan dengan “Pilihan”. Ketika sekolah, bermain, belajar, kuliah, menikah, bekerja, mempunyai anak dan lain-lain.
Seringkali orang berkata, “kita tidak ada pilihan lain” untuk berkata bahwa kita tetap harus memutuskan, yang berarti kita tetap harus memilih..Kita bukan tidak memiliki pilihan, bahkan ketika akhirnya memutuskan untuk tidak memilihpun, kita telah membuat pilihan untuk..tidak memilih. Seperti kasus yang tengah marak di tanah air yaitu pilkada. Ketika kita mengikuti maupun tidak mengikutinya, memilih atau tidak memilih, kita telah mengambil suatu pilihan.
Pilihan tersebut membawa konsekuensi bagi kita, itu sudah menjadi suatu keniscayaan. Ketika kita memilih sekolah di A, memilih suami atau istri “si B”, memilih bekerja di “C”, memilih figure “si D” sebagai gubernur atau kepala daerah. Ketika kita memilih hanya karena dipaksa oleh pihak lain atau karena tergiur oleh embel-embel berwujud materi tentunya akan membawa dampak lain bagi kehidupan kita baik fisik maupun psikologis.
Di dalam psikologi, sering dibahas tentang “free will”, dimanakah posisi dari free will ini? Dulu ketika belajar tentang sejarah, kita masih ingat tentang “freedom from fear..” Apakah maknanya? Bebas dari rasa takut. Takut terhadap apa? Apakah hal tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi dunia pada saat ini? Kenapa kita takut ? Karena ketakutan itu adalah suatu hal yang manusiawi, ketika suatu hal yang lain dirasa mengancam keberadaan kita baik secara fisik maupun psikis.
Dalam teori Eric Fromm “Escape from Freedom”, Lari dari Kebebasan menggambarkan mengapa orang yang diberi kebebasan pada akhirnya malah merasa ketakutan. Hal yang esensial adalah karena rasa takut akan tanggung jawab yang harus dipikul. Konsekuensi dari suatu pilihan akan kebebasan. Tidak ada lagi yang menanggung keberadaan kita karena kita memilih untuk bebas.
Kembali ke judul tulisan ini, menurut saya ketika kita telah memilih untuk “menang” (pada perspektif kita) misalnya, saya telah berani untuk mengungkapkan pendapat atau melakukan suatu hal berdasarkan kebenaran walaupun tidak sama dengan kebanyakan orang, walaupun kemudian setelah saya mengungkapkan pendapat, kemudian ada resiko dijauhi, disingkirkan ataupun tidak disenangi karena saya “berbeda”dengan mereka (sementara menurut hati nurani saya, hal tersebut adalah suara kebenaran). Ya sudah, berarti saya telah menang dalam pertempuran. Menang karena saya tidak mengingkari hati nurani dan saya tidak menjadikan rasa takut tersebut menguasai diri sehingga saya berubah menjadi “bukan diri saya”. Level kebenaran pada hati nurani menurut saya adalah hampir sama untuk semua orang yang juga mengedepankan hati nurani yang bersih.
Para pemimpin negeri yang berani mengambil tindakan yang tidak populis untuk kepentingan bangsa yang lebih besar, saya rasa merupakan suatu hal yang patut diacungi jempol daripada para pemimpin lain yang hanya bisa mengkritik, menghujat dan tidak berani mengambil keputusan yang tegas dan hanya bersembunyi di “kolong” menghindari kenyataan.
Pada dasarnya, siapapun butuh waktu untuk belajar. Belajar apapun dalam hidup, termasuk belajar untuk memilih. Hal yang terutama adalah memilih berdasarkan hati nurani karena terkadang orang cenderung untuk mengabaikan hati nuraninya untuk kepentingan sesaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar